JURNALISME ONLINE VS JURNALISME KONVENSIONAL: IDEALISME, KAPITALISME, DAN REALITA DALAM MASYARAKAT


PENDAHULUAN

Jurnalisme adalah proses pencarian, pengolahan, dan penyebaran informasi melalui media. Pada awalnya, jurnalisme ditemukan sebagai sebuah kegiatan yang melaporkan berbagai kejadian/peristiwa yang terjadi di masyarakat. Tetapi, kemudian dipakai sebagai alat penyalur tekanan sosial politik.produk pertama jurnalistik dinamakan Acta Diurna yang digantungkan di alun-alun kota Roma pada abad ke-5 sebelum Masehi. Isinya merekam segala kejadian sosial dan politik yang terjadi di kota Roma.
Pada Abad Pertengahan, jurnalisme berbentuk pengiriman laporan, tinjauan, kabar, dan lain-lain yang diedarkan melalui institusi untuk tujuan informatif. Kemudian, sejak ditemukannya mesin cetak, mendorong mobilitas jurnalisme dan pada akhirnya memunculkan industri media cetak. Media cetak mengemban tujuan kebebasan berpendapat dan menyalurkan kebutuhan masyarakat atas informasi.
Semakin berkembangnya jaman, semakin berkembanglah teknologi. Teknologi ini juga akhirnya berdampak pada industri pers. Kepemilikan media membuat jarak antara idealisme media dengan bisnis. Idealisme adalah tanggung jawab media terhadap masyarakat. Sedangkan bisnis adalah bagaimana media dapat bertahan di era persaingan. Idealisme dan bisnis ini mengantar pada dua istilah, good journalism dan bad journalism. Good journalism adalah produk jurnalisme yang dapat mengajak kebersamaan masyarakat pada saat kritiis, sedangkan bad journalism adalah jurnalisme yang tidak cakap yang menginformasikan suatu peristiwa secara dangkal, tidak lengkap, tidak akurat, dan tidak cover both sides. Kedua hal inilah yang menjadi tantangan bagi jurnalisme masa kini.
Tidak perlu disangkal, kecepatan waktu pemberitaan merupakan faktor utam jurnalisme. Para wartawan dalam mencari berita selalu dibenturkan dengan waktu. Jurnalisme dituntut serba cepat dan serba tahu. Ini yang kemudian memunculkan jurnalisme online. Jurnalisme online muncul di Indonesia dari sebuah situs yang dinamakan detik.com, detik.com ini merupakan representasi perlawanan terhadap rezim orde baru yang mengekang kebebasan pers. Jurnalisme online juga sering disebut sebagai revolusi pemberitaan. Berita bukan lagi sebuah peristiwa yang telah berlangsung yang dipublikasikan media, tetapi menjadi peristiwa yang sedang berlangsung yang disiarkan media.
Permasalahan yang kemudian timbul dengan munculnya jurnalisme online ini adalah bagaimana kredibilitas pemberitaannya? Bagaimana idealisme jurnalisme online ini? Akankah jurnalisme online mengkikis jurnalisme konvensional yang selama ini sudah mendarah daging di masyarakat?
Jurnalisme online memang memiliki banyak kelebihan dan memberikan kemudahan bagi masyarakat. Akan tetapi, jurnalisme online masih tergolong lemah untuk dikatakan sebagai jurnalisme profesional yang berkualitas. Jurnalisme online bukanlah jurnalisme konvensional yang memiliki idealisme. Kebebasan yang diusung pun merupakan kebebasan tanpa batas yang menyesatkan. Terakhir, dimanakah kode etik jurnalisme online?


PEMBAHASAN

Era multimedia seperti sekarang tentunya membawa implikasi bagi kehidupan masyarakat. Segala hal menjadi termudahkan dengan adanya internet. Tanpa harus repot dan menempuh jarak yang jauhorang bisa melakukan beberapa hal sekaligus. Dunia internet menyediakan hal-hal yang dibutuhkan masyarakat. Termasuk di dalamnya adalah kebutuhan akan informasi. Informasi apa pun tersedia dengan bebas dan dalam jumlah yang unlimited sehingga oreng akan terpuaskan keingintahuannya.
Kebutuhan akan informasi inilah yang mendorong orang untuk menciptakan dan mengkonsumsi jurnalisme online. Tanpa harus membeli koran, masyarakat bisa mendapatkan berita yang diinginkannya. Banyaknya link yang tersedia membuat masyarakat bisa mendapatkan berita dalam jumlah yang banyak dan dari berbagai media. Saat ini, sudah tidak terhitung lagi banyaknya jumlah situs-situs berita, baik secara formal maupun informal.
Kemudahan mendapatkan informasi itulah yang seringkali membuat masyarakat menjadi tidak kritis mengenai sumber berita itu berasal. Masyarakat menjadi mudah untuk menerima secara mentah-mentah informasi yang diperolehnya tanpa mempertimbangkan aspek-aspek lain yang ada dibalik pemberitaan itu.

Kredibilitas Jurnalisme Konvensional masih Lebih Baik
Faktor paling sering tidak diperhatikan oleh masyarakat adalah masalah kredibilitas sumber berita yang dikonsumsinya. Masyarakat tidak mau ambil pusing terhadap berita yang dibacanya, yang penting mereka tahu beritanya, meskipun berita tersebut berasal dari antah berantah. Hal ini berakibat pada pemberitaan konon kabarnya sering dijadikan sumber berita pada jurnlisme online.
Pemberitaan pada jurnalisme online kemudian seringkali berdasarkan isu belaka ketimbang fakta. Isu yang belum jelas kebenarannya kemudian menjadi semacam euforia pemberitaan dalam jurnalisme online. Berita-berita muncul dalam jumlah banyak yang tidak jelas sumbernya. Jurnalisme online yang berbasis pada jurnalisme konvensional, memiliki media cetak ataupun memiliki ilmu jurnalistik tentunya masalah kredibilitas ini tidak menjadi masalah karena sumber berita pasti dapat dipertanggunjawabkan.
Lain halnya dengan jurnalisme konvensional. Kredibilitas dalam jurnalisme konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan jurnalisme online. Dalam jurnalisme konvensional, kredibilitas pemberitaan juga merupakan kredibilitas media. Apabila kredibilitas berita yang ada tidak jelas, maka kredibilitas media juga akan dipertamyakan. Berlangsungnya media konvensional tergantung kredibilitas media tersebut. Apabila masyarakat sudah tidak percaya mengenai suatu media, maka masyarakat tidak akan mengkonsumsi media itu. Akibatnya media menjadi ditinggalkan khalayaknya dan terancam kekurangan pembaca.
Maka dari itu, kredibilitas menjadi kunci utama bagi berlangsungnya media konvensional, hal yang sedikit terabaikan oleh media online. Padahal kredibilitas ini penting agar informasi yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan nilai-nilai kebenarannya.

Idealisme yang Mulai Terkikis
Idealisme, seperti sudah dijelaskan di awal, adalah tanggung jawab media terhadap masyarakat. Idealisme media adalah bagaimana peran media sebagai pendidik dan kontrol masyarakat. Di era persaingan seperti sekarang ini, idealisme menjadi sedikit terabaikan dan digantikan oleh bisnis. Bisnis yang berorientasi profit menjadi penentu hidup matinya sebuah media. Orientasi profit itulah yang menyebabkan media sedikit kehilangan idealismenya. media sebagai alat pengkritisi dan kontrol sosial menjadi sedikit terlupakan. Pengelola media tidak lagi menyampaikan informasi/berita yang edukatif dan informatif. Tidak peduli apakah acara tersebut berguna bagi masyarakat atau pun tidak, yang penting banyaknya iklan yang masuk.
Hal tersebut sangatlah ironis jika melihat masyarakat yang berbondong-bondong mendemo pemerintah untuk meningkatkan pendidikan dan kecerdasan masyarakat. Tuntutan tersebut tidak ada artinya jika tidak dibarengi dengan tindakan konkret dan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya edukasi. Disinilah idealisme media dipertanyakan. Terlepas dari selera masyarakat, akan lebih baik jika media itu sendiri menciptakan kultur yang lebih edukatif dan informatif. media dapat membiasakan masyarakat dengan hal-hal tersebut sehingga lambat laun masyarakat akan sadar pentingnya pendidikan dan informasi.
Bagi kebanyakan orang, komersialisme identik dengan tidak bermutu. Mengutamakan komersialisme berarti mengabaikan idealisme. Maka, tidak bisa disalahkan bila media berorientasi pada profit. Yang menjadi masalah adalah seberapa jauh media tersebut dikontrol oleh pasar. Bagaimana tuntutan pasar telah mengambil alih fungsi dan peranan media, serta bagaimana pasar telah mendikte isi media.
Idealisme pun menjadi terabaikan sebagai dampak dari komersialisme ini. media tidak lagi menempatkan posisi sebagai sumber informasi dan penampung aspirasi masyarakat. Keuntungan sebesar-besarnyalah yang menjadi prioritas. Ini merupakan dampak dari aspek-aspek negatif sistem media liberal yang mulai diterapkan di Indonesia. Hidup matinya media yang tergantung oleh pasar menjadi momok bagi para pengelola media. Takut kehilangan pembaca dan terancam gulung tikar menyebabkan media berlomba-lomba membuat isi berita yang disukai khalayak, bukan yang dibutuhkan khalayak. Akibatnya, banyak keseragaman isi media yang minim edukasinya.
Pengkikisan idealisme ini ternyata juga merambat ke media online. Media tidak lagi menjadi lahan untuk meningkatkan kekritisan masyarakat tetapi sebagai lahan persaingan yang menghalalkan segala cara. Kaidah-kaidah dan etika ditinggalkan demi sebuah informasi. Akibatnya, media menjadi tidak tahu dampak yang ditimbulkan dari pemberitaannya. Tanpa memandang pihak yang dirugikan, media mendapat kesenangan dari informasi yang disebarluaskannya.
Komersialisme sebenarnya tidak selalu diartikan buruk dan sebagai faktor pengikis idealisme jika pengelola media bisa menyeimbangkan keduanya. Idealisme sangat penting agar media tidak kehilangan orientasi pada tujuan utamanya. Akan tetapi, komersialisme juga memainkan peranan yang penting. Khususnya bagi keberlangsungan penyelenggaraan sebuah media. Tanpa adanya aspek komersial maka media tersebut tidak akan memperoleh pemasukan dana. Dan tanpa adanya dana itu, sangatlah mutahil bagi media untuk membiayai penyelenggaraannya dan memberikan informasi yang bermutu. Oleh sebab itu, idealisme dan komersialisme haruslah sejalan. Aspek komersial ditujukan untuk mendukung idealisme. Dan idealisme diharapkan dapat menciptakan suatu iklim pada masyarakat mengenai edukasi dan informasi.

Kapitalisasi Media
Akibat dari begitu kuatnya pengaruh bisnis dalam pengelolaan media adalah biasnya media dalam menjalankan fungsinya. Bias yang dimaksud dalam bentuk tidak fokusnya media pada peran kontrol sosialnya. Bias-bias seperti itu sangat mungkin terjadi, apalagi bagi media yang dimiliki orang yang berlatarbelakang bukan dari lingkungan media serta dekat dengan kekuatan politik dan pemerintah berkuasa. Kedekatan tersebut terbukti sangat memengaruhi kebijakan redaksional media. Jika politikus atau penguasa merasa diberitakan negatif maka mereka akan bermain di level pemilik media untuk mengintervensi redaksi. Hal ini bukan tidak mungkin berdampak pada kapitalisasi media. Kemudian, pendanaan yang dilakukan menjadi salah satu cara meraup keuntungan lebih banyak.
Untuk tumbuh sehat, sebuah media idealnya memiliki manajamen konflik yang baik dalam mendialogkan ketegangan yang pasti terjadi antara kepentingan bisnis dan idealisme sehingga keduanya dapat mendukung keberlangsungan hidup sebuah media. Saat ini tanpa modal besar sangat sulit sebuah media bisa hidup dan terus bersaing. Namun modal besar tanpa didukung kualitas hanya akan berarti membuang modal. Newsroom dapat menumbuhkan kepercayaan konsumen melalui liputan profesional. Sedangkan marketing menggerakkan segala potensi pemasukan dana, yang pada akhirnya juga dapat menyokong peningkatan profesionalisme media.
Kapitalisme media ini agaknya juga merembes pada media online, tidak hanya media konvensional saja. Siapa yang kuat, dialah yang bertahan. Dalam dunia jurnalisme online, meskipun link informasi tidak terbatas, yang menjadi rujukan masyarakat mengenai suatu informasi rupanya hanya situs yang itu-itu saja yang memang memiliki bargaining position tinggi dimasyarakat.

Ilmu Jurnalistik dalam Jurnalisme Online
Sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalam jurnalisme online, ilmu jurnalistik sedikit terabaikan. Banyak sekali terdapat berita-berita yang tidak memenuhi standar ilmu jurnalistik yang ada. Tidak jarang juga berita-berita tersebutmelanggar kode etik jurnalistik yang selama ini menjadi pegangan bagi standar moral media dalam menyampaikan pemberitaannya.
Kaidah-kaidah jurnalisme menjadi terabaikan karena tidak adanya hukum yang jelas dalam jurnalisme online. Bahkan, di dalam UU Pers, peraturan bagi jurnalisme online pun belum ada. Hal ini mengakibatkan pada kebebasan yang kebablasan dalam jurnalisme online. Merasa tidak ada peraturan yang mengikatnya, pengelola media online menjadi tidak teliti dalam pemberitaannya. Mereka tidak memikirkan dampak yang ditimbulkan dari pemberitaan itu.
Sering kali pemberitaan yang diangkat dalam jurnalisme online pun tidak berdasarkan pada fakta. Informasi yang hanya sekedar isu menjadi pemberitaan yang hangat dalam jurnalisme online. Tidak jarang informasi tersebut merugikan beberapa pihak karena tidak jelas kebenarannya dan kurang cover both sides.
Padahal, cover both sides ini penting agar masyarakat bisa bersikap netral dan tidak menghakimi terhadap pemberitaan yang dibacanya. Pemberitaan secara cover both sides membuat media tetap dalam posisi yang netral dan tidak berpihak. Media hanya bertugas menyampaikan informasi secara seimbang, tanpa keperpihakan. Media tidak boleh mencampurkan opini dan menghormati asas praduga tak bersalah.
Hal-hal itulah yang dilupakan oleh jurnalisme online. Ketiadaan hukum dan penguasaan ilmu jurnalistik yang minim mengakibatkan ketidaktahuan mengenai etika-etika dalam jurnalisme. Di dalam jurnalisme online, informasi dari satu orang pun bisa menjaadi berita. Lain halnya dengan jurnalisme konvensional yang harus melakukan cek dan ricek dan mengusahakan agar berita seimbang karena jika ada pihak yang dirugikan, jurnalisme konvensional lebih mudah untuk dituntut melalui pengadilan.

Jurnalisme Online: Mau Dibawa Kemana?
Setelah menganalisis fakta-fakta yang terjadi saat ini, ternyata masih banyak PR yang harus diselesaikan bagi dunia jurnalisme Indonesia. PR ini tidak hanya berlaku bagi jurnalisme online saja, melainkan juga bagi jurnalisme konvensional. Mungkin lebih dititik beratkan pada jurnalisme online.
Jurnalisme online memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi sumber informasi utama bagi masyarakat karena:
1. Audience Control. Jurnalisme online memungkinkan audience untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita yang ingin didapatkannya.
2. Nonlienarity. Jurnalisme online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri sehingga masyarakat tidak harus membaca secara berurutan untuk memahaminya.
3. Storage and retrieval. Online jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh masyarakat.
4. Unlimited Space. Jurnalisme online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan / ditayangkan kepada masyarakat menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
5. Immediacy. Jurnalisme online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung kepada masyarakat.
6. Multimedia Capability. Jurnalisme online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar, video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh masyarakat.
7. Interactivity. Jurnalisme online memungkinkan adanya peningkatan.
Untuk itu jurnalisme online dapat dikembangkn menjadi lebih baik lagi. Dengan penambahan idealisme dan kredibilitas maka eksistensi jurnalisme online menjadi lebih diakui lagi. Selanjutnya, jurnalisme online dan jurnalisme konvensional dapat bersama-sama menjadi sarana kontrol sosial dan pendidikan masyarakat.


PENUTUP

Para pekerja media dalam melakukan tugas jurnalistiknya harus mempertimjbangkan sembilan elemen jurnalisme, yaitu:
1. Jurnalisme harus memiliki kewajiban pertama pada kebenaran.
2. Jurnalisme harus memiliki loyalitas pertama pada warga masyarakat.
3. Jurnalisme harus memiliki kedisiplinan dalam melakukan verifikasi.
4. Jurnalisme harus menjaga independensi dari sumber berita.
5. Jurnalisme harus memfungsikan dirinya sebagai pemantau independen atas suatu kekuasaan tertentu.
6. Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik dan komentar publik.
7. Jurnalisme harus mengupayakan hal yang penting menjadi menarik dan relevan.
8. Jurnalisme harus menjaga agar setiap berita komprehensif dan proporsional.
9. Jurnalisme harus membolehkan praktisinya untuk menggunakan nuraninya.
Apabila kesembilan elemen ini diterapkan dalam jurnalisme, baik konvensional maupun online, maka idealisme dapat dipertahankan. Kemudian, dengan adanya idealisme tersebut, peran kontrol sosial dan pendidik yang dilakukan oleh media dapat dilaksanakan. Hal tersebut akan mengantar masyarakat pada level kritis yang senantiasa akan mengontrol kekuasaan pemerintah.


DAFTAR PUSTAKA

1. K. Santana, Septiana, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
2. Kovach, Bill dan Rosenstiel, 2004, Elemen-Elemen Jurnalisme, Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta.
3. Oetama, Jakob, 2001, Pers Indonesia: Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus, Kompas, Jakarta.
4. Hathaway, Holcomb, 2005 Principles and Practices of News for the Web, Publishers, USA.

2 comments:

aga January 19, 2007 11:11 pm  

Berdasarkan Sudut pandang mas ya dik :

Online Journalism : Faster News delivery, more actual, more "Freedom of speech", and if you want to revise the news you don't have to take so many efforts.

Conventional Journalism : i think it's more Costly, but however people much prefer this kind of journalism since they want the "Real Thing" in their mindset...

so it's not good or bad.. it's practically depends on the situation in which we prefer those kind of media...

Online Journalism --> Practical to read while we are in our working environment (just open another tabs in our browser - as easy as that)...

Conventional Journalism --> needs more time in digesting and obtaining the information since we are mostly working in front of Computers, these media somewhat considered as distraction..


-aga-

Anonymous January 20, 2007 12:41 pm  

Mbak tulisan anda bagus. Banyak dimensi jurnalisme online yang di paparkan. Hanya saja isi dan judul kok kayaknya beda ya? but its oke good work... you have got point 90 for yours paper.

Sing Along Baby!


MusicPlaylistRingtones
Create a playlist at MixPod.com

Abaout This Blog

I create this blog to share my mind and my opinion since there's no more freedom in RL world...

About Me

My photo
I write randomly, I act independently, I live my life passionately...